Monday, August 5, 2019
Gambaran Beratnya Tugaz Zaid Mengumpulkan Al-Quran
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, kaum muslimin dibuat sibuk dengan konflik melawan orang-orang murtad. Banyak korban jatuh dari kaum muslimin.
Dalam Perang Yamamah (perang menghadapi nabi palsu, Musailimah Al-Kadzab) misalnya, sejumlah besar penghafal Al-Quran gugur.
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu khawatir para penghafal Al-Quran terus berguguran karena konflik belum juga usai. Ia mendiskusikan ide membukukan Al-Quran dengan Khalifah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu.
Abu Bakar kemudian beristikharah dan bermusyawarah dengan para sahabat. Setelah itu, ia memanggil Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu.
“Sesungguhnya engkau adalah seorang pemuda yang cerdas. Aku akan memberimu tugas penting…” Abu Bakar memerintahkanya membukukan Al-Quran.
Zaid pun memegang tanggung jawab besar. Ia diuji dengan amanah yang berat dalam proyek besar ini. Ia mengecek dan menelaah hingga terkumpullah Al-Quran tersusun dan terbagi-bagi berdasarkan surat masing-masing.
Tentang tanggung jawab besar ini, Zaid berkata, “Demi Allah! Kalau sekiranya kalian bebankan aku untuk memindahkan bukit dari tempatnya, tentu hal itu lebih ringan daripada kalian perintahkan aku untuk membukukan Al-Quran.”
Ia juga mengatakan, “Aku meneliti Al-Quran, mengumpulkannya dari daun-daun lontar dan hafalan-hafalan orang.”
Namun dengan taufik dari Allah ia berhasil menjalankan amanah besar tersebut dengan baik.
Penyeragaman Bacaan Al-Quran
Pada masa pemerintah Khalifah Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, jumlah orang yang memeluk Islam semakin hari semakin bertambah. Hal itu terjadi di berbagai daerah. Tentu saja hal ini sangat positif. Namun, hal ini bukanlah tanpa celah. Daerah-daerah tersebut menerima riwayat qira-at yang berbeda-beda. Dan mereka belum mengenal variasinya. Sehingga mereka menyangka orang yang berbeda bacaan Al-Qurannya membuat-buat bacaan baru. Muncullah masalah baru.
Melalui usul sahabat Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu 'anhu, Khalifah Utsman bin Affan pun membuat kebijakan menyeragamkan bacaan Al-Quran.
Utsman mengatakan, “Siapakah orang yang paling dipercaya untuk menulis?”
Orang-orang menjawab, “Penulisnya Rasulullah, Zaid bin Tsabit.”
Utsman kembali mengatakan, “Siapakah yang paling fasih bahasa Arabnya?”
Orang-orang menjawab, “Said bin Ash. Ia seorang yang dialeknya paling mirip dengan Rasulullah.”
Utsman kembali mengatakan, “Said yang mendikte dan Zaid yang menulis.”
Zaid bin Tsabit meminta bantuan sahabat-sahabat yang lain. Para sahabat pun membawakan salinan Al-Quran yang ada di rumah Ummul Mukminin Hafshah binti Umar radhiallahu ‘anha. Para sahabat saling membantu dalam peristiwa besar dan bersejarah ini. Mereka jadikan hafalan Zaid sebagai tolok ukur.
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Pastilah para penghafal Al-Quran dari sahabat Muhammad tahu bahwa Zaid bin Tsabit adalah orang yang sangat mendalam ilmunya.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment