Monday, January 27, 2020
Zaid bin Tsabit, Orang Pertama yang Baiat Abu Bakar
Figur seorang Zaid bin Tsabit memiliki kedudukan yang tinggi di tengah masyarakat. Kaum muslimin sangat menghormatinya. Suatu hari Zaid mengendarai hewan tunggangannya. Kemudian Abdullah bin Abbas mengambil tali kekangnya dan menuntunnya. Melihat hal itu, Zaid berkata, “Biarkan saja, wahai anak paman Rasulullah.”
Namun, Ibnu Abbas menolaknya, “Tidak. Seperti inilah selayaknya kita menghormati ulama kita.”
Yang pertama membaiat Abu Bakar
Abu Said al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengisahkan:
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, orang-orang Anshar angkat bicara. Salah seorang di antara mereka mengatakan, "Wahai orang-orang Muhajirin, sesungguhnya jika Rasulullah menugaskan salah seorang di antara kalian, beliau akan menjadikan salah seorang di antara kami sebagai pendampingnya. Karena itu, kami memandang setelah beliau kepemimpinan ini dipegang oleh dua orang. Satu dari kalian dan satu dari kami."
Orang-orang Anshar pun menyuarakan demikian. Lalu berdirilah Zaid bin Tsabit. Ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah berasal dari Muhajirin. Dan kepemimpinan itu pada Muhajirin dan kita adalah penolong mereka. Sebagaimana kita telah menjadi Anshar-nya Rasulullah."
Abu Bakar pun berdiri dan berterima kasih atas ucapan Zaid yang menenangkan suasana. Abu Bakar berkata, "Wahai orang-orang Anshar, benarlah apa yang teman kalian ucapkan. Seandainya kalian melakukan selain itu, tentu kami tidak membenarkannya."
Zaid menggapai tangan Abu Bakar, kemudian berkata, "Ini adalah sahabat kalian. Baiatlah dia."
Apabila Abu Bakar berhaji, maka Umar bin Khaththab dan Zaid bin Tsabit yang menggantikan beliau sebagai khalifah. Zaid juga diberi amanah membagi ghanimah di Perang Yarmuk.
Ia juga merupakan salah seorang dari enam orang ahli fatwa: Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Ubay, Abu Musa, dan Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhum ajma’in. Umar dan Utsman tidak melebihkan seorang pun dalam permasalah kehakiman, fatwa, faraidh, dan qiroa-ah dibanding Zaid bin Tsabit.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَرْحَمُ أُمَّتِي بِأُمَّتِي أَبُو بَكْرٍ وَأَشَدُّهُمْ فِي أَمْرِ اللَّهِ عُمَرُ وَأَصْدَقُهُمْ حَيَاءً عُثْمَانُ وَأَعْلَمُهُمْ بِالْحَلَالِ وَالْحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ وَأَفْرَضُهُمْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَأَقْرَؤُهُمْ أُبَيٌّ وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَمِينٌ وَأَمِينُ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ
“Umatku yang paling penyayang terhadap yang lain adalah Abu Bakar. Yang paling kokoh dalam menjalankan perintah Allah adalah Umar. Yang paling jujur dan pemalu adalah Utsman. Yang paling mengetahui halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal. Yang paling mengetahui ilmu fara’idh (pembagian harta warisan) adalah Zaid bin Tsabit. Yang paling bagus bacaan Al-Qurannya adalah Ubay. Setiap umat mempunyai orang kepercayaan. Dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.” (HR. at-Turmudzi 3791).
Seorang tokoh tabi’in, Muhammad bin Sirin, mengatakan, “Zaid bin Tsabit mengalahkan orang-orang dalam dua hal: Al-Quran dan faraidh.”
Wafatnya
Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu wafat pada tahun 45 H di masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu.
Di hari wafatnya Zaid, Abu Hurairah berkata, “Pada hari ini telah wafat tintanya umat ini. Semoga Allah menjadikan Ibnu Abbas sebagai penggantinya.”
Tinta adalah ungkapan untuk keluasan ilmu. Karena di zaman dahulu, menulis ilmu itu membutuhkan tinta. (Rudi Hendrik)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment